pH vagina
Dari dasar ini, kemudian diteliti dan dicari cara memperoleh suasana pH vagina yang diiinginkan. Salah satunya adalah posisi hubungan seks. Agar menimbulkan suasana pH vagina yang basa, posisi hubungan seks yang dianjurkan adalah penetrasi semakin dalam ke arah serviks.
“Ini bisa menimbulkan suasana basa, sementara penetrasi yang lebih ke arah luar, cenderung menciptakan suasana asam yang artinya peluang memperoleh anak perempuan lebih besar,” kata Dr. Prima Progestian, Sp.OG., dari RSIA Muhammadiyah Taman Puring , Jakarta. Sementara untuk mengontrol dalam-tidaknya penetrasi, posisi yang dianjurkan adalah posisi misonaris untuk menciptakan pH asam, dan posisi rear-entry untuk menciptakan pH basa.
“Ini bisa menimbulkan suasana basa, sementara penetrasi yang lebih ke arah luar, cenderung menciptakan suasana asam yang artinya peluang memperoleh anak perempuan lebih besar,” kata Dr. Prima Progestian, Sp.OG., dari RSIA Muhammadiyah Taman Puring , Jakarta. Sementara untuk mengontrol dalam-tidaknya penetrasi, posisi yang dianjurkan adalah posisi misonaris untuk menciptakan pH asam, dan posisi rear-entry untuk menciptakan pH basa.
Begitu juga dengan makanan, dipilih jenis yang bisa menimbulkan suasana asam atau basa. Misalnya, untuk menciptakan suasana asam, maka konsumsi makanan yang dianjurkan adalah makanan yang mengandung unsur garam, atau makanan yang tinggi kalsium dan magnesium, seperti produk susu olahan (keju, yoghurt ) dan turunannya. Kemudian, menghindari makanan yang mengandung daging, karena tinggi natrium dan kalium. Sebaliknya, untuk memperoleh bayi laki-laki, pilih makanan yang tinggi natrium dan kalium. Ini akan membantu suasana cairan vagina menjadi lebih basa.
Timing-nya tepat
Selain posisi hubungan seks dan makanan, cara lain yang sering dipakai adalah mencuci vagina sebelum berhubungan intim. Misalnya, untuk mendapatkan pH vagina yang asam, vagina dicuci dengan cuka, sementara untuk mendapatkan suasana basa, bisa dibasuh dengan soda kue (baking soda). Teknik ini memiliki tingkat keberhasilan yang tidak terlalu tinggi, sekitar 50 - 70 persen.
Teknik lainnya adalah dengan teknik waktu ovulasi (timing of ovulation), yang juga diperkenalkan oleh Dr. Shettles. “Dasar teknik ini adalah melihat tingkat gerakan sperma. Sperma Y lebih kecil, karena materi genetiknya lebih sedikit, tapi umurnya pendek. Sementara sperma X lebih gendut, lebih besar, sehingga lebih lambat gerakannya, tapi umurnya lebih tahan lama,” jelas Prima.
Atas dasar bentuk anatomi sperma ini, Shettles melihat faktor waktu hubungan seksual bisa berpengaruh terhadap jenis kelamin bayi. Semakin dekat waktu hubungan seks ke waktu ovulasi, diharapkan sperma Y yang lebih cepat bergerak ke sel telur, sehingga kemungkinan menghasilkan anak laki-laki lebih besar. Shettles menganjurkan hubungan intim dilakukan 1 - 2 hari sebelum ovulasi.
“Kalau ingin anak perempuan, hubungan intim sebaiknya dilakukan jauh-jauh sebelum ovulasi, bisa 3 - 5 hari sebelum ovulasi, setelah itu jangan berhubungan lagi,” lanjutnya. Diharapkan, sperma X sudah loyo, sementara sperma Y masih tahan sampai ke sel telur. Shettles mengklaim, teknik ini memiliki tingkat kemungkinan berhasil 70 - 80 persen.
Pilah-pilih sperma
Selain metode Shettles yang boleh dibilang low technology, orang mulai mencari cara memilih jenis kelamin berdasarkan ilmu dan lebih pasti. Salah satunya dengan memilih sperma X dan Y dengan jalan disaring dengan cairan albumin (albumin method). Metode ini ditemukan oleh Dr. Ronald Ericsson, Ph.D dan sekarang digunakan untuk proses inseminasi.
Prinsipnya, sperma "dicuci" dan diputar (centrifuged), kemudian dimasukkan ke dalam media albumin. Nah, sperma yang kemampuan berenangnya bagus diambil. Metode ini hanya memilah sperma yang baik, tapi tidak memilih jenis sperma, sehingga kemungkinannya hanya 78 - 85 persen untuk bayi laki-laki, dan 73 - 75 persen untuk bayi perempuan.
Microsort
Metode yang lebih canggih lagi adalah dengan microsort . Prinsip metode ini adalah menandai kromosom dengan pewarna fluorescence atau fluorescence in situ hybridization(FISH). Sperma ditandai dengan pewarna fluorescence sehingga memancarkan warna tertentu, melalui alat yang dinamakan flow citometry. Misalnya, sperma Y hijau, sperma X merah. Setelah itu akan diperoleh X sort atau Y sort .
Keberhasilan metode ini diklaim meningkat sampai 85 persen, meskipun masih ada sperma yang lolos juga. “Metode ini juga sudah dilakukan di Amerika Serikat, meskipun masih muncul pro-kontra seputar keamanan pewarna,” pungkas Prima.
Sumber: Tabloid Nova
Tidak ada komentar :
Posting Komentar