Bantuan dengan Pamrih


Ceritanya berawal dari hilangnya HP beserta SIM Card Telkomsel juga kontak dan segala memori foto dalam HP saya ("bukan saya sebenarnya").
Karena di kota Lewoleba tempat saya berdomisili tidak dapat mengurus pembaharuan SIM Card Telkomsel saya yang hilang, saya harus mengurusnya di Maumere atau Kupang, namun untuk kesana dibutuhkan waktu minimal 2 hari bila ingin mendapatkan kartu baru, sedangkan saya punya berbagai kesibukan di Lewoleba.
12 hari yang lalu seorang teman menawarkan untuk membantu mengurus SIM Card Telkomsel saya di GraPari Telkomsel kota Maumere, karena kebetulan dia ingin kesana, saya pun meng-iyakan untuk dibantu walaupun sebenarnya saya sendiri ingin ke Maumere mengurusnya suatu hari nanti.
Ternyata temanku ini tidak pergi ke kota Maumere, lantas dia meminta bantuan lagi saudaranya di kota Maumere untuk mengurus pembaharuan SIM Card Telkomsel saya, walau saya menolak, pertolongan tersebut tetap dijalankan. SIM Card Telkomsel baru saya pun jadi diperbaharui 9 hari yang lalu.
Atas bantuan tersebut saya diminta memberikan biaya lelah bantuannya sebesar Rp.500.000,-. Karena ini bersifat bantuan yang dipaksakan oleh teman saya, saya tidak setuju membayar biaya itu, saya bersedia membayar bila dirincikan besar pengeluaran biaya yang telah dikeluarkan oleh saudara teman saya itu ketika membantu saya. Rincian biaya tersebut tidak dapat dijabarkan, dan diganti 'seikhlas-nya saja, untuk uang rokok', nah kalau untuk uang rokok saya bisa mengira-ngira nih,, sebungkus rokok paling mahal itu Rp.22.000,- sepengetahuan saya (Walaupun saya tidak merokok,, 🙂 )
SIM Card Telkomsel saya yang dijanjikan pun tak kunjung tiba di Lewoleba dengan alasan saya belum mengganti uang lelahnya. Yah, ada uang ada barang dong..
2 hari yang lalu saya pergi ke Maumere, niatnya untuk mengambil SIM Card Telkomsel saya di tangan saudara teman saya tersebut, dan kalau orangnya bersikeras untuk dibayar mahal ya saya akan mengurusnya sendiri, sudah di kota Maumere ini.
Kami-pun bertemu ditempat umum didekat rumah saudara teman saya ini. Saya sempat bertanya, berapa biaya yang harus saya ganti? jawabnya "mengerti saja lah, untuk uang rokok" sayapun merogoh kantong celana dan memberikan uang Rp.100.000,- kepadanya, orangnya berucap 'Terimakasih' dan langsung pergi dari hadapan saya setelah memberikan SIM Card Telkomsel yang sudah saya tunggu-tunggu.
Foto SMS di layar HP.
Menurut saya pemberian saya itu sudah lebih dari cukup, karena ini adalah tawaran bantuan dan tidak ada deal harga sebelumnya, kedua karena posisi GraPari telkomsel hanya beberapa langkah dari tempat pertemuan kami, yang mana untuk ke GraPari tidak perlu mengeluarkan keringat, sambil merokokpun belum setengah batang rokok sudah tiba di GraPari, ketiga, urusan di GraPari itu hanya beberapa menit dan gratis (Karena saya sering kahilangan HP, saya tau itu)
Yang menyebalkan, setelah sayapun pergi dari tempat itu, saya mendapat sms bahwa saya disebut pelit karena hanya memberikan Rp.100.000,- atas bantuannya.
Memangnya segala bantuan yang hampir gratis itu mau dihargai berapa?
Karena kebiasaaan menolong orang tanpa imbalan, saya pun menerapkan itu kepada siapa saja yang menolong saya, walaupun saya tahu, untuk saat ini semua ada hitungannya sehingga sayapun mencoba berhitung, karena tidak semua orang bisa ikhlas menolong sesama.
Uang bukan segala-galanya, namun kita butuh uang, tapi apakah semuanya harus diuangkan? lalu mau diletakan dimana norma-norma kemanusiaan yang kita pelajari sejak kita mengenal dunia hingga saat ini? Kalau mau diuangkan segala yang kita lakukan ya harus sesuai dengan besar perbuatan kita, jangan serakah,,
Semoga norma-norma kemanusiaan mu (yang membaca ini) tetap ada dan kamu amalkan dalam kehidupanmu. 🙂

4 komentar :

  1. Sapa dia itu Fino???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Teman jauh.... Sabut saja Buaya.... Mungkin sedang kurang kerjaan dia...

      Hapus
  2. Mas., bukannya di larantuka ada GraPari juga...?

    BalasHapus