Ada
tradisi khas di Pulau Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikenal dengan
nama Nale. Tradisi Nale merupakan tradisi masyarakat Desa Pasir Putih –
Kecamatan Nagawutung khususnya, yang terletak dibagian barat Lembata. Nale merupakan
tradisi menangkap ikan Nale (Cacing Laut) yang hanya keluar di tepi pantai pada
waktu-waktu tertentu berdasarkan penanggalan masyarakat mingar (Sebutan umum
bagi masyarakat desa pasir panjang), biasanya terjadi pada akhir bulan februari
dan maret (Tahun masehi).
Tradisi ini terus dijaga
sebagai warisan leluhur dan sudah menjadi aktifitas tahunan bagi masyarakat
mingar dan
desa-desa sekitar pada khususnya, dan masyarakat Lembata serta wisatawan domestik dan internasional pada umumnya. Nale muncul di tiga titik sepanjang pantai mingar, dan pantai sekitar benebong-lah yang selalu ramai didatangi oleh pengunjung setiap tahunya, karena lokasinya yang dekat desa.
desa-desa sekitar pada khususnya, dan masyarakat Lembata serta wisatawan domestik dan internasional pada umumnya. Nale muncul di tiga titik sepanjang pantai mingar, dan pantai sekitar benebong-lah yang selalu ramai didatangi oleh pengunjung setiap tahunya, karena lokasinya yang dekat desa.
Sudah berakar dalam
kepercayaan masyarakat Mingar, kehadiran Nale ini berhubungan dengan hasil
panen dan kesejahteraan, masyarakat percaya bahwa Nale bisa menyuburkan tanah
sehingga bisa mendapatkan hasil panen yang memuaskan, jika banyak Nale yang
muncul dari laut, berarti pertanian mereka berhasil. Nale yang telah ditangkap
di pantai, selain untuk dikonsumsi, sebagian biasanya akan ditaburkan di kebun
dan ladang.
Tradisi menangkap Nale yang
hanya berlangsung dua kali dalam setahun ini selalu dikaitkan dengan sebuah
cerita legenda yang sangat merakyat. Dikisahkan bahwa Nale berasala dari Duli
(Kehidupan alam lain di laut sana), dan diperkenalkan oleh Srona dan Srani (Dua
makhluk berwujud manisia) kepada masyarakat Mingar yaitu bapak Belake dan Bapak
Geroda (Suku Ketepapa) dan bapak Belawa (Suku Ata Kabeleng), berita baik ini
kemudian diteruskan kepada seluruh masyarakat Mingar yang berjumlah delapan
suku didalam kampung.
Srona dan Srani tinggal
lama bersama masyarakat mingar sambil memberitahukan bagaimana cara menangkap
Nale, kewajiban dan pantangan ketika menangkap Nale, serta mewariskan cara berkomunikasi,
memanggil dan berpamitan dengan Nale.
Beberapa
waktu sebelum penangkapan Nale, dilakukan upacara adat di ‘Korke Nale’ (Rumah
Nale), dalam upacara ini akan terlihat Nale melata pada tiang kanan Korke, dan
ketika hari mulai gelap dan laut mulai surut, seluruh masyarakat akan menuju
pantai dan menunggu waktu penangkapan di pinggir pantai dengan membawa segala
perlengkapan, sedangkan tuan Nale (dari suku Ketepapa) akan melakukan survey
kehadiran Nale di benebong dan memanggil seluruh masyarakat untuk turun ke
laut. Segera setelah pemanggilan dari tuan Nale, masyarakat akan berhamburan ke
laut untuk menangkap Nale.
Acara penangkapan pada hari
terakhir akan ditutup dengan pamitan oleh tuan Nale dalam bahasa adat kepada
Nale, agar Nale akan kembali ke Mingar pada tahun depan.
Dalam
rangkaian kegiatan Nale ini, terlihat adanya rasa solidaritas dan
kebersamaan dalam kelompok masyarakat
yang terus dipertahankan karena ikut mendukung kelangsungan budaya tradisional.
Keajaiban tentang kehadiran Nale bagi warga Mingar Lembata merupakan suatu legenda yang tersebar
hampir keseluruh lapisan masyarakat Lembata dan sekitarnya. Legenda ini sangat
menarik dengan cerita yang sarat akan makna dan terus terjaga melalui penuturan
orang-orang tua yang kemudian tersusun dalam tulisan tentang Nale di Lembata.
Nale berenang bebas di air. |
Nale setelah ditangkap. |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar